Kraksaan, Lensaupdate.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo melalui Bagian Administrasi Pembangunan menggelar rapat koordinasi (rakor) penyusunan Diagnostic Assessment (DA) dan Fraud Risk Assessment (FRA) Bagian Lingkup Sekretariat Daerah (Setda) di ruang pertemuan Jabung 2 Kantor Bupati Probolinggo, Kamis (13/3/2025).
Kegiatan yang diikuti oleh Jabatan Fungsional (JF) dan Pelaksana Bagian lingkup Setda ini dibuka secara resmi oleh Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Keuangan Kabupaten Probolinggo Hary Tjahjono. Selama kegiatan mereka mendapatkan materi dari narasumber yang berasal dari Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo.
Kepala Bagian Administrasi Pembangunan Setda Kabupaten Probolinggo Anna Maria DS menyampaikan rakor ini diadakan sebagai tindaklanjut dari kegiatan sosialisasi DA dan FRA pada 27 Februari 2025 yang diselenggarakan oleh Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo.
“Dimana menghasilkan output agar seluruh Perangkat Daerah dapat menyusun Diagnostic Assessment (DA) dan Fraud Risk Assessment (FRA) dan menyampaikan kepada Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo,” ujarnya.
Anna ini bertujuan agar Bagian di lingkup Setda memiliki pemahaman yang sama, sehingga dapat menyusun DA dan FRA dengan benar, dengan memastikan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan mudah dicapai. Dengan demikikan maka kinerja OPD akan mudah dicapai juga, jika risiko yang mungkin terjadi berhasil dimitigasi dengan baik. “Kami hadirkan Inspektorat sebagai narasumber agar dapat menjelaskan lebih detail penyusunan DA dan FRA,” jelasnya.
Sementara Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Keuangan Kabupaten Probolinggo Hary Tjahjono mengatakan guna mewujudkan tujuan pembangunan dan mewujukan good governance, pemerintah merancang dan mengimplementasikan berbagai program pembangunan dengan memanfaatkan dan mengelola sumber daya antara lain dana APBN dan APBD yang optimal dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
“Pengelolaan APBN dan APBD ini dimulai sejak penyusunan kebijakan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pemantauan dan pengawasan, sesuai siklus pengelolaan keuangan dan pembangunan,” katanya.
Menurut Hary, dalam pelaksanaan pengelolaan APBD, risiko kecurangan masih menjadi ancaman bagi pencapaian efektivitas dan efisiensi pembangunan. Dari berbagai kasus korupsi, teridentifikasi bahwa korupsi (kecurangan) bukan penyimpangan yang terjadi secara kebetulan atau kelalaian, namun terkait dengan proses perencanaan, pemberantasan yang bersifat represif.
“Menindak praktik korupsi setelah peristiwa terjadi (ex-post) kurang efektif memberantas praktik korupsi karena harus mengerahkan sumber daya lebih banyak, waktu lebih lama dan proses yang tidak mudah. Selain itu, praktik korupsi telah menyebabkan dampak kerugian keuangan dan perekonomian, sehingga disebut extra-ordinary crime,” terangnya.
Hary menerangkan setiap organisasi memiliki risiko kecurangan. Semakin baik sistem pengendalian intern, maka risiko kecurangan dapat semakin kecil. “Untuk meminimalkan risiko kecurangan dalam bentuk tindak pidana korupsi di perangkat daerah dan menjamin keberhasilan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, dapat diatasi dengan penerapan rencana pengendalian kecurangan/Fraud Control Plan (FCP) yang memuat pengembangan rencana pengendalian yang secara spesifik untuk mencegah dan menangkal, mendeteksi kejadian berindikasi fraud/kecurangan,” lanjutnya.
Lebih lanjut Hary menegaskan hal ini selaras dengan intervensi Monitoring Center for Prevention (MCP) koordinasi supervisi dan pencegahan KPK, terdapat 8 (delapan) area yang menjadi fokus perhatian dalam pengendalian kecurangan karena dinilai rawan terjadinya praktik korupsi. Yakni, perencanaan anggaran, pengadaan barang dan jasa, perizinan, pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), manajemen ASN, optimalisasi pajak daerah, pelayanan publik dan manajemen asset.
“Tahapan FCP diantaranya Diagnostic Assessment merupakan proses identifikasi, analisis dan evaluasi atas eksistensi dan implementasi atribut FCP, design and planning, solution development, implementation serta post implementation review,” ungkapnya.
Hary menambahkan atribut FCP yang dinilai diantaranya kebijakan anti kecurangan, struktur anti kecurangan, standar perilaku dan disiplin, penilaian risiko kecurangan, manajemen sumber daya manusia, manajemen pihak ketiga, sistem whistle-blowing dan perlindungan pelapor, deteksi proaktif, investigasi serta tindakan korektif.
“Dua pendekatan dalam pemberantasan kecurangan dilakukan dengan menciptakan dan memelihara kejujuran dan integritas serta melakukan pengkajian risiko kecurangan sekaligus membangun sikap yang konkrit guna meminimalkan risiko serta menghilangkan kesempatan terjadinya korupsi,” tambahnya.
Tidak lupa Hary menjelaskan mengkaji risiko kecurangan diterapkan dalam bentuk penilaian risiko kecurangan/Fraud Risk Assessment (FRA) pada Fraud Control Plan dan menjadi bagian yang harus dilaksanakan untuk implementasinya. “Fraud Risk Assessment (FRA) merupakan proses mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko kecurangan dalam suatu organisasi. FRA dilakukan secara proaktif dan terstruktur,” pungkasnya. (len/zid)
0 Comments:
Posting Komentar